Viral SM Bakiriang Diserobot Sawit, Penegak Hukum Periksa 16 Orang

GERBANG SULAWESI, Banggai _ Sejumlah wilayah dalam batas kawasan konservasi, Suaka Margasatwa Bakiriang telah ditanami kelapa sawit. Hanya untuk mendapatkan produksi CPO kawasan konservasi jadi korban. Hingga 2025 belum menjadi perhatian serius oleh Pemerintah maupun penegak hukum Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah.

Setidaknya Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Tengah telah mendata perambahan kawasan konservasi, Suaka Margasatwa Bakiriang, sebagaimana telah diberitakan mongabay.co.id,” mengakui pada 2017, menemukan ada perambahan untuk perkebunan sawit seluas 1.005 hektar di SM Bakiriang. Mereka juga menemukan ada 68 keluarga penggarap sawit plasma seluas 250 hektar untuk diserahkan kepada PT KLS”. Jelas Subagyo, Kepala Seksi Wilayah II, Balai Gakkum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sulawesi.

Bacaan Lainnya

Sebelumnya November 2008 almarhum pimpinan perusahan PT Kurnia Luwuk Sejati Murad Husain mengatakan akan meningkatkan target produksi CPO (Crude Palm Oil) sekitar 25.000 ton dengan asumsi pendapatan Rp250 miliar.

Dengan melakukan perluasan perkebunan di Kabupaten Morowali Utara sekitar 3.000 ha dan Kabupaten Banggai dengan luas perkebunan yang terbagi, kebun sawit plasma 9.700 ha dan, kebun inti seluas 6.300 ha, melalui pendekatan ‘kebun inti dan plasma’ (nucleus estate and smallholder).

Melansir dari laporan mongabay.co.id perambahan kawasan konservasi, Suaka Margasatwa Bakiriang oleh Ismail warga yang kini tinggal dalam SM Bakiriang bercerita jika dulu dia salah satu petani yang pernah membuka kebun sawit di kawasan konservasi itu. Pada 2002, dia bersama 25 petani lain membuat kelompok untuk buka lahan sekitar 50 hektar kawasan hutan ini. “Dahulu, hutan disini sangat lebat, banyak pepohonan. Sekarang, tinggal kenangan, sudah jadi sawit,” kata Ismail Nurdin, petani Desa Sinorang.

Setiap orang, bertugas membuka dua hektar, satu hektar jadi kebun plasma, dan satu hektar kebun inti– nantinya diserahkan ke perusahaan sawit, PT Kurnia Luwuk Sejati (KLS).

Setelah kebun berhasil dibuka, KLS akan memberikan modal dan bibit kepada mereka. Kemudian, petani diarahkan mendapatkan surat keterangan kepemilikan tanah (SKPT) dari pemerintah desa.

Alih-alih mendapatkan SKPT, Ismail dan rekan yang lain malah dibohongi Ketua Kelompok Petani mereka. Kebun yang dibuka di kawasan konservasi itu diberikan langsung kepada KLS tanpa penyelesaian sesuai pembicaraan awal.

“Kita tidak dapat apa-apa, kebun yang susah payah kita buka tak menjadi milik kita. Hanya ketua kelompok yang senang, mereka yang menikmati hasil jerih payah kita. Perusahaan yang mengambil alih semua lahan yang kita buka saat itu,” kata Ismail. Hingga kini, kakek 72 tahun ini tak punya kebun.

Serupa dialami Merid Saido, rekan Ismail. Kekecewaan 20 tahun lalu itu belum hilang. Meski begitu, dia tak pernah protes. Dia bingung juga harus bagaimana.

Dengan kehidupan serba terbatas tanpa lahan tani, Merid dan Ismail memilih tetap tinggal di Suaka Margasatwa Bakiriang bersama keluarga mereka. Meskipun Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Tengah pernah meminta mereka keluar karena berada di kawasan konservasi. Mereka bertahan.

Menjejaki penegakan hukum
Kisah pembiaran peran perambahan ilegal tersebut juga telah berdiri di atas tanah Suaka Margasatwa Bakiriang, sarana dan prasarana atau fasilitas umum seperti sekolah dasar, pemukiman, rumah ibadah bukanlah baru terungkap. Hal ini seharusnya sedari awal tidak diperbolehkan.

Menurut informasi di terima media ini mengenai penurunan luas Kawasan Suaka Margasatwa Bakiriang di Kabupaten Banggai, telah di dalami oleh Kejaksaan Tinggi Provinsi Sulawesi Tengah. Pada Maret 2025 telah di lakukan pemanggilan sejumlah 16 orang untuk di periksa.

Satu diantaranya memberikan keterangan namun, tak ingin disebutkan nama. Dia membenarkan kabar tersebut. “Kami dapat panggilan untuk menghadap pada tanggal 5 Maret 2025 di Kejaksaan Tinggi saat itu”. Ungkapnya, 9 Meret 2025 saat di wawancara.

Dia, membenarkan informasi tersebut dan mengatakan saat ini memang Pemerintah Pusat betul sedang menjalankan perintah Presiden Prabowo, soal Satgas Penertiban Kawasan Hutan.

Kasus perambahan hutan konservasi di Bakiriang kini sedang di dalami oleh Penegakan hukum Kejaksaan Tinggi. Dari 16 orang yang di panggil itu, saya satu di antaranya. Saya, saat di periksa menjelaskan sesuai dokumen yang di miliki Pemerintah Daerah dan kami tidak diam. Namun sayang situasi saat ini segalanya sesuatu informasi benar dapat disalah gunakan. Setidaknya kami patuh hukum dan tetap akan menjalankan sesuai tupoksi Pemerintah Daerah.

Memang hingga kini soal status kawasan konservasi, Suaka Margasatwa Bakiriang sesuai dokumennya itu, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor: 398/Kpts II/1998 tanggal 21 April 1998 dengan luas ±12.500 Ha. Kemudian 30 Agustus 1989, Gubernur Sulawesi Tengah memperluas kawasan konservasi, SM Bakiriang 3.900 ha melalui Surat Keputusan (SK) Gubernur Nomor SK. 188.44/3932/DINHUT/89.

Di dalam dokumen juga telah diatur soal Penetapan Suaka Margasatwa Bakiriang masuk kedalam Struktur Tata Ruang Provinsi (STRP) Sulawesi Tengah yang dibuat menjadi keputusan Gubernur Nomor 522.1/1029/1996.

“Ini jelas ya, Pemda Banggai memiliki dokumen tersebut. Jika kami diam tidak mungkin tidak, hadir dalam pemanggilan di Kejati Sulteng”. Tegasnya, lebih lanjut dia, mengatakan.

Penetapan status SM Bakiriang di masukan kedalam Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2017 Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Hingga kini 2025 statusnya belum ada perubahan alih fungsi sesuai ditetapkan sebagai Kawasan Lindung Nasional diatur dalam Pasal 57 (1) Kawasan suaka margasatwa dan suaka margasatwa laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (3) huruf a dan 26.

“Jadi jelas. Kami selaku Pemerintah Daerah, tidak diam. Hanya saja situasi kebenaran di maksud yang tak ingin di goreng-goreng. Kami, bekerja untuk kepentingan masyarakat dan kebutuhan penyelamatan hutan tersisa di Banggai ini.” Sambungnya,

Soal disana ada warga, tetap akan menjadi perhatian penting bagi kami selaku Pemerintah Daerah.”Mereka adalah rakyat yang butuh di lindungi, namun tentunya selalu beresiko secara hukum”. Ungkapnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *